Setelah lulus sekolah tingkat menengah atas dan fresh graduate dari perguruan tinggi, biasanya mencari pekerjaan dan segera melamar pekerjaan kalau ada lowongan. Tidak banyak anak muda yang langsung terjun sebagai entrepreneur.
Cerita ini memang tidak aneh karena secara tradisional para orang tua selalu menasihati anak-anak mereka agar rajin belajar supaya setelah lulus bisa bekerja di perusahaan besar atau menjadi pegawai negeri sipil. Jarang banget orang tua yang menanamkan semangat wira usaha pada anak-anak mereka.
Pada saat ekonomi sedang sehat, banyak pekerjaan yang tersedia. Ada pula anak muda yang pilih-pilih pekerjaan, misalnya harus sesuai jurusan. Ketika sudah dipastikan diterima malah batal bekerja karena tidak mau ditugaskan di kota lain, misalnya untuk satu tahun pertama.
Meskipun kondisi ekonomi dunia sedang berjalan dengan baik ternyata peluang kerja tidak selalu tersedia di negara-negara tertentu yang terlalu banyak memiliki undang-undang. Negara seperti itu biasanya tidak menarik para investor untuk mengambil risiko misalnya untuk membuka pabrik, kantor cabang dan enggan melakukan kerja sama dengan perusahaan lokal maupun dengan pemerintah.
Mereka kesal dengan sistem hukum dan perijinannya yang berbelit-belit, memakan waktu lama. Kalau ingin cepat, maka harus ada pemanis untuk para oknum pejabat, makelar, mafia berdasi, calo, anggota parlemen dan para pemburu rente. Artinya ada biaya extra di luar ongkos entertainment resmi yang bisa dibukukan. Pungutan liar dan suap merupakan hidangan utama untuk mendapat ijin usaha atau investasi.
Sebagai seorang pengusaha, Ir. H. Joko Widodo atau Jokowi pasti faham dengan masalah yang dihadapi oleh para pengusaha dan para investor. Orang jaman dahulu menyebut terlalu banyak meja yang harus dilalui. Mungkin anda pernah mendengar istilah money under table.
Pada awal pemerintahan Presiden Jokowi sebagai presiden, bahkan ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta bersama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok - Kegeraman Jokowi adalah pada ruwetnya birokrasi pemerintah daerah dari atas sampai ke bawah.
Hal pertama yang dilakukan Jokowi ketika itu adalah membenahi birokrasi termasuk melakukan lelang jabatan agar mendapat camat, lurah dan walikota yang memang pantas menduduki jabatan itu. Jabatan seperti itu di mata Jokowi tidak relevan kalau selalu dikaitkan dengan senioritas.
Keruwetan itu juga terjadi di tingkat pemerintah pusat, sehingga Jokowi getol melakukan penyerderhanaan birokrasi termasuk dalam pengurusan perijinan. Namun para kepala daerah dari tingkat provinsi sampai kabupaten kota dan kecamatan tidak memiliki visi yang sama. Dengan adanya desentralisasi yang digagas oleh Ketua MPR, yaitu di masa kepemimpinan Amien Rais, maka agak sulit untuk membuat para pejabat di daerah untuk membuat birokrasi dan perijinan lebih sederhana.
Berdasarkan fakta yang tidak enak itu, Presiden Jokowi mencetuskan gagasan dibuatnya UU Omnibus Law. Artinya, UU baru yang menggabungkan beberapa regulasi dan memangkas
beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya termasuk pasal tentang
ketenagakerjaan menjadi peraturan perundang-undangan yang lebih sederhana. Gagasan tersebut sudah tersurat dan tersirat ketika Jokowi dilantik sebagai Presidan di gedung DPR pada 20 Oktober 2019.
Beberapa bulan kemudian DPR pun mensahkan UU Cipta Kerja. Ternyata UU Cipta Kerja tetap mengatur tentang pemberian pesangon kalau ada PHK, begitu pula tentang UMR. Sudah banyak negara yang melaksanakan Omnibus Law karena sangat fleksibel dalam urusan perijinan usaha maupun dalam membuka lapangan kerja.
Kalau calon pengusaha muda dan tua bisa mendirikan usaha dengan syarat dan proses yang lebih mudah, maka investasi awal bisa dilakukan lebih ringan karena rantai birokrasi yang panjang sudah dipangkas. Pungutan liar dan suap yang mengarah pada korupsi juga bisa dicegah lebih mudah.
Meskipun isi UU Cipta Kerja ini bebas untuk diperdebatkan dan didemo, namun unjuk rasa yang mengarah pada vandalisme dan kekerasan bukanlah cara elok dalam berekspresi. Masih ada jalur konstitusional yang bisa ditempuh, yaitu mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi.
Setelah UU Cipta Kerja berlaku haruslah dilaksanakan dengan tegas dan transparan, sehingga lapangan kerja lebih cepat tersedia dalam situasi apapun. Para calon pengusaha yang bermodal kecil pun akan semangat untuk mendirikan perusahaan, sehingga warga di sekitarnya bisa mendapatkan peluang untuk bekerja sesuai keahliannya.
Gairah untuk menjadi pengusaha di segala usia pun akan semakin semarak. Sepertinya menjadi pengusaha merupakan profesi yang sangat menyenangkan, dan terasa lebih sexy daripada hanya mengandalkan ijazah agar mendapatkan pekerjaan.
Indonesia adalah negara besar yang banyak punya talenta hebat untuk menciptakan hal baru dengan cara kreatif di tempat kerja atau membangun bisnis sendiri.
Jika gampang berbisnis, lapangan kerja pun terbuka lebar.
Comments